Peran Guru Penggerak sebagai Penuntun (sistem Among) atau Coach dan Kaitannya dengan Pembelajaran Berdiferensiasi dan Pembelajaran Sosial Emosional
Pengertian
Coaching dan Relevansinya dengan Pemikiran Ki Hajar Dewantara
Coaching merupakan proses kolaborasi yang fokus pada
solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi
peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri dan
pertumbuhan pribadi dari sang coachee.
Coaching merupakan salah satu metode yang efektif
untuk diterapkan dalam bidang pendidikan yang prosesnya berpusat pada siswa.
Dengan metode ini, pendidik dapat mendorong peserta didik untuk menerapkan
kemampuan komunikasi, kolaborasi, berpikir kreatif, Dalam coaching ada proses
menuntun yang dilakukan guru sebagai coach kepada murid sebagai coachee untuk
menenemukan kekuatan kodrat dan potensinya untuk bisa hidup sesuai tuntutan
alam dan zaman.
Sesuai dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara (KHD) bahwa pendidikan adalah proses menuntun yang dilakukan guru untuk mengubah perilaku murid sehingga dapat hidup sesuai kodratnya baik sebagai individu maupun bagian dari masyarakat dapat mencapai keselamatan dan kebahagiaan yang setinggi-tingginya(well-being).
Coaching dalam Konteks Pendidikan
Coaching sebagai bentuk komunikasi yang memberdayakan
antara guru sebagai coach dan murid sebagai coachee. Coaching menjadi salah
satu proses ‘menuntun’ belajar murid untuk mencapai kekuatan kodratnya Sebagai
seorang ‘pamong’. Guru dapat memberikan ‘tuntunan’ melalui
pertanyaan-pertanyaan reflektif dan efektif agar kekuatan kodrat anak terpancar
dari dirinya.
Coaching sangat penting dan berguna bagi murid. Proses dalam coaching bisa untuk mengaktivasi kerja otak murid. Dengan pertanyaan-pertanyaan reflektif dapat membuat murid melakukan metakognisi. Pertanyaan-pertanyaan dalam proses coaching juga membuat murid lebih berpikir secara kritis dan mendalam sehingga murid dapat menunjukkan potensinya.
Mindset yang terkandung dalam semboyan Tut Wuri Handayani antara lain:
1. Murid adalah Mitra Belajar : Memberikan apresiasi kepada murid sebagai mitra belajar. Guru sejatinya memiliki sebuah cara berpikir bahwa dalam proses coaching keduanya memiliki kesepahaman yang sama tentang belajar. Ketika mendengarkan murid, guru belajar mengenali kekuatan dirinya juga mengenali muridnya secara mendalam. Demikian pula sebaliknya, tuntunan yang diberikan guru memberikan ruang bagi siswa untuk menemukan kekuatan dirinya sebagai murid dan sebagai manusia.
2. Emansipatif :Proses coaching membuka ruang emansipatif bagi guru dan siswa untuk merefleksikan kebebasan mereka melalui kesepakatan dan pengakuan bersama terhadap norma-norma yang mengikat mereka. Ruang emansipatif memberi peluang bagi murid untuk menemukan kekuatan kodratnya, potensi dirinya, dan kekuatan yang dimilikinya.
3. Kasih dan Persaudaraan: Proses coaching sebagai sebuah latihan menguatkan semangat Tut Wuri Handayani yaitu mengikuti/mendampingi/mendorong kekuatan kodrat murid secara holistik berdasarkan cinta kasih dan persaudaraan tanpa pamrih, tanpa keinginan menguasai dan memaksa. Murid adalah seorang manusia yang memiliki kebebasan untuk mendapatkan cinta kasih.
4. Ruang Perjumpaan Pribadi
Proses coaching merupakan sebuah ruang perjumpaan pribadi antara guru dan murid sehingga keduanya membangun rasa percaya dalam kebebasan masing-masing. Kebebasan tercipta melalui pertanyaan-pertanyaan reflektif yang menguatkan kekuatan kodrat murid.
Coaching-Mentoring-Konseling
Coaching dan Pendekatan LainPrinsip-prinsip Coaching
Kemitraan:
ditandai oleh adanya tujuan percakapan yang disepakati. Idealnya tujuan datang
dari coachee.
Percakapan Kreatif:
percakapan dua arah dilakukan untuk menggali, memetakan situasi coachee dan
bertujuan untuk menghasilkan pemikiran atau ide-ide baru.
Memaksimalkan Potensi: percakapan harus ditutup dengan kesimpulan yang dinyatakan oleh coachee dan menghasilkan rencana tindakan.
Coaching dengan Pendekatan TIRTA
TIRTA adalah dari Tujuan Umum,
Identifikasi, Rencana aksi dan Tanggung jawab. Tirta merupakan pendekatan alur komunikasi
dalam coaching.
Peran Guru dalam Coaching
Peran Guru sebagai coaching hendaknya tidak
mengajarkan atau menginstruksikan sesuatu, tidak juga memberikan saran atau
solusi secara langsung. Guru membantu peserta untuk belajar dan bertumbuh.
Bagaimana caranya? Yaitu dengan mengajukan pertanyaan. Tentu saja bukan
sembarang pertanyaan. Namun pertanyaan-pertanyaan yang dapat memicu kesadaran
diri dan memprovokasi tindakan kreatif, menciptakan suasana nyaman dan rasa
percaya untuk memberikan kebebasan dan kemerdekaan dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan reflektif untuk menjadi murid kuat secara kodrati, dengan
demikian diharapkan guru dapat menuntun peserta didik untuk menemukan solusi di
setiap permasalahan dan meraih prestasi terbaik dengan kekuatan yang
dimilikinya.
Coaching yang dilakukan oleh coach kepada coachee membutuhkan
empat keterampilan yaitu:
1) Keterampilan membangun dasar proses coaching,
2) Keterampilan membangun hubungan baik,
3) Keterampilan berkomunikasi, dan
4) Keterampilan memfasilitasi pembelajaran.
Dalam proses coaching juga ada salah satu model yang
biasa digunakan oleh coach yaitu model TIRTA yang meliputi langkah-langkah
Tujuan utama pertemuan/pembicaraan; Identifikasi masalah coachee; Rencana aksi
coachee; dan Tanggung jawab/komitmen. Dalam Aksi Aspek berkomunikasi untuk
mendukung praktik coaching antara lain, Komunikasi Asertif menjadi Pendengar
aktif, Bertanya reflektif dan Umpan balik positif.
Dalam proses coaching guru harus pandai-pandai menggali dan membuat pertanyaan agar KSE anak terarahkan dengan baik dan benar. Caranya adalah dengan banyak berlatih dan melakukan coaching itu sendiri.
Kaitan antara Coaching dengan Pembelajaran Berdiferensiasi dan Sosial Emosional.
Sesuai dengan pemikiran Ki Hajar Dewantara bahwa
pendidikan itu harus berpihak pada murid maka terdapat kaitan yang sangat erat
antara coaching dengan pembelajaran berdiferensiasi serta pembelajaran sosial
emosional. Pendidikan harus memberikan layanan pembelajaran yang berpihak dan
berdampak pada individu murid. Untuk memberikan layanan pembelajaran yang
berdampak pada individu murid maka diperlukan penerapan pembelajaran
berdiferensiasi yang mengakomodasi kebutuhan belajar setiap murid dan
pembelajaran sosial emosional yang memberikan dan mengolah kompetensi sosial
dan emosional murid serta layanan coaching yang memberdayakan murid.
Sistem Among yang dianut Ki Hajar Dewantara menjadikan
guru sebagai mitra murid untuk melejitkan kodrat dan irodat yang mereka miliki.
Adapun salah satu caranya adalah mengintegrasikan pembelajaran berdifrensiasi
kedalam pembelajaran, dimana pembelajaran harus disesuaikan dengan minat,
profil dan kesiapan belajar, sehingga pembelajaran dapat mengakomodir kebutuhan
individu peserta didik, dalam hal ini "Ki Hajar Dewantara mengibaratkan
bahwa guru adalah petani, dan murid adalah tanaman dan setiap individu murid
adalah tanaman yang berbeda, jika tanaman padi membutuhkan banyak air, tentu
akan berbeda perlakuan terhadap tanaman jagung yang membutuhkan tempat yang
kering untuk tumbuh dengan baik." Pembelajaran Sosial dan Emosional dan coaching
dengan komunikasi yang memberdayakan murid juga sangat diperlukan, Dengan pertanyaan
reflektif yang diberikan guru (coach), murid (coachee) akan menemukan
kedewasaan dalam proses berpikir melalui kesadaran dan pengelolaan diri, sadar
akan kekuatan dan kelemahan yang dimilkinya, mengambil prespektif dari berbagai
sudut pandang sehingga sesuatu yang menjadi keputusannya telah didasarkan pada
pertimbangan etika, norma sosial dan keselamatan dan dapat
dipertanggungjawabkan secara baik.
Sign up here with your email
ConversionConversion EmoticonEmoticon